Rabu, 24 Februari 2016

Khazanah : Belajar dari kisah Umar bin Khattab dan Salman Al-Farisi, menjadikan ananda pribadi yang Jujur, Amanah dan Istiqomah. Sosok pemimpin muslim yang dirindukan umat Islam masa kini

Suatu hari, Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu.
Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.

Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata :
“Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!”

“Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !”.
Umar segera bangkit dan berkata :
“Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?”

Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata :
“Benar, wahai Amirul Mukminin.”

“Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.”, tukas Umar.
Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya :
“Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini.”
“Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.”, sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.
“Tegakkanlah had Allah atasnya!” timpal yang lain.
Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.
“Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat”, ujarnya.
“Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayahmu”, lanjut Umar.
“Maaf Amirul Mukminin,” sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala,
“Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa”.
Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.
Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata :
“Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah”, ujarnya dengan tegas.

“Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash”.
“Mana bisa begitu?”, ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.
“Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?”, tanya Umar.
“Sayangnya tidak ada, Amirul Mukminin”.
“Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggung jawaban kaumku bersamaku?”, pemuda lusuh balik bertanya kepada Umar.

“Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji.” kata Umar.
“Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman”, rajuknya.
Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar suara lantang :
“Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin”.

Ternyata Salman al-Farisi yang berkata.
“Salman?” hardik Umar marah.
“Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini”.

“Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya”, jawab Salman tenang.
Akhirnya dengan berat hati, Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.
Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.
Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.
Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.
Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.
Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.
”Itu dia!” teriak Umar.
“Dia datang menepati janjinya!”.

Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.
”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah,
“Tak kukira… urusan kaumku… menyita… banyak… waktu…”.
”Kupacu… tungganganku… tanpa henti, hingga… ia sekarat di gurun… Terpaksa… kutinggalkan… lalu aku berlari dari sana..”

”Demi Allah”, ujar Umar menenanginya dan memberinya minum,
“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.
”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan… di kalangan Muslimin… tak ada lagi ksatria… menepati janji…” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya :
“Lalu kau, Salman, mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?“

Kemudian Salman menjawab :
” Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.

Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.
”Allahu Akbar!”, Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak.
“Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.
Semua orang tersentak kaget.
“Kalian…” ujar Umar.
“Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.

Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana :
”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.

”Allahu Akbar!” teriak hadirin.
Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.
MasyaAllah…, saya bangga menjadi muslim bersama kita ksatria-ksatria muslim yang memuliakan al islam dengan berbagi pesan nasehatnya untuk berada dijalan-Nya..
Allahu Akbar…!

Kisah ini disebut dalam kitab I’laam al-Naas Bi Ma Waqa’a Lil Bara

Senin, 01 Februari 2016

Sekolah Islam Al Azhar Bintan dengan Guru Tahfidz Skala Nasional

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Semoga diberikan keselamatan atasmu, dan rahmat Allah serta berkahNya juga kepadamu para pembaca yang budiman dimanapun berada.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga kami dan para pembaca sekalian dapat terhubung kembali melalui tulisan yang kembali terbit ini, setelah sebulan absen mengisi blog Sekolah Islam Al Azhar Bintan yang sama-sama kita cintai.

Shalawat dan salam mari kita kirimkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. mudah-mudahan kita semua mendapat syafaat di yaumil akhir nanti, amin ya rabbal 'alamin.

Seluruh pembaca yang budiman, kali ini mimin (asal katanya Admin) akan membagikan beberapa info terupdate mengenai Sekolah Islam Al Azhar Bintan, sekaligus memohon maaf karena sebulan belakangan ini mimin disibukkan dengan urusan umat yang Insyaallah nantinya menjadi kabar gembira untuk kita semua.

Aula Al Azhar Bintan
Pertama. Mimin mengucapkan selamat dan sukses atas diresmikannya AULA AL AZHAR BINTAN pada tanggal 21 Januari 2016 oleh bapak Yuzet, S.Pd, MM, selaku Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kepulauan Riau. Peresmian ini disejalankan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Tahun 1437 H, yang dihadiri oleh seluruh orang tua murid Sekolah Islam Al Azhar Bintan serta dinas terkait. Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan di sekolah ini mengambil tema "Menjalin Ukhwah, Menebar Berkah, Demi Mencetak Generasi Yang Berakhlakul Karimah", dengan mendatangkan Penceramah Nasional Ibunda Hj. Sri Tuti Rahmawati S.UD, MA, beserta dua orang Hafizhah Peraih Juara Nasional yang kelak akan ditunjuk untuk membina Hafiz-Hafizah yang bersekolah di Sekolah Islam Al Azhar Bintan.

Kedua. Mimin ingin menyampaikan kabar gembira, seperti yang telah ditulis diatas bahwa Sekolah Islam Al Azhar Bintan telah resmi mendatangkan Hafizah Nasional yang akan bertugas membentuk Hafiz-Hafizah yang berasal dari Sekolah Islam Al Azhar khususnya dan Kabupaten Bintan pada umumnya. Berikut profil lengkap Hafizah Nasional yang kini bertugas di Sekolah Islam Al Azhar Bintan :

Nama : Nur Afriani Hasanah
Pendidikan : S1 (Syariah Muamalah), Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Prestasi : - Juara 1 STQ Nasional Cab. Tahfiz 20 Juz di Pondok Gede Jakarta 2015
                  (Hasil STQ Nasional Jakarta 2015)
               - Juara 1 MTQ Nasional Tahfiz 10 Juz di Ambon 2012
                  (Hasil MTQ Nasional Ambon 2012)

Nama : Habibah Nur Fadillah, S.Pd.I
Pendidikan : S1 (Pendidikan Agama Islam), Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta
Prestasi : - Juara III STQ Provinsi Papua Barat 10 Juz Putri 2015

Ketiga. Program Tahfiz Al-Qur'an yang dijalankan oleh Hafizah diatas telah resmi dimulai pada hari Senin 25 Januari 2016, berikut beberapa kegiatan Tahfiz Al-Qur'an yang dijalankan Sekolah Islam Al Azhar Bintan




Terakhir, kami menginformasikan kepada seluruh pembaca sekalian, bahwa Sekolah Islam Al Azhar Bintan telah membuka pendaftaran penerimaan murid baru, mulai dari TK, SD, SMP dan SMA Islam Al Azhar, CABANG RESMI YPI Al Azhar Jakarta.
Formulir pendaftaran SMA Islam Al-Azhar bisa didownload disini.

-Untuk keterangan lebih lanjut silahkan langsung ke Sekolah Islam Al Azhar yang beralamat di : Jl. Nusantara KM. 18, Kel. Sei Lekop, Kec. Bintan Timur, Kab. Bintan, Kepulauan Riau